Seraya menoleh ia ke belakang,
Mengimbau jauhnya perjalanan berliku,
Yang telah ditempuhinya,
Dalam meniti tinta dan coret ilahi,
Yang kian tiba ke penghujungnya.
Nafas berat yang dihela,
Menari bersama jerih kudrat yang tersisa,
Kelesuan yang menggigit jasmaninya,
Namun sanubarinya girang,
Mengenangkan jiwa-jiwa,
Yang pernah dituntuninya,
Dalam meniti alur kebijaksanaan,
Obor pedoman yang berpanjangan,
Dalam mendepani denai hidup
Yang kejam membadai.
Yang kejam membadai.
Hatinya berharap dan berdoa,
Agar jiwa-jiwa yang dilenturnya itu,
Kekal utuh dan jitu,
Serta berterusan membakar,
Agar kelak ada jiwa-jiwa lain,
Yang bisa mereka pula bajai,
Menjadi amalnya yang berterusan.
Aku pula sebagai jiwa,
Yang pernah disantuninya,
Yang pernah disantuninya,
Merafak doa kepada yang Maha Perkasa,
Agar insan yang kelelahan itu,
Direstui, diberkati dan diganjari amalnya,
Membekali perjalanan akhir dirinya,
Untuk bertemu Sang Maha Perkasa.
Membekali perjalanan akhir dirinya,
Untuk bertemu Sang Maha Perkasa.
Terima kasih....
Itu sahaja yang bisa kuucap,
atas jasamu, cikgu....
Semoga Allah meredhaimu, amin.
Itu sahaja yang bisa kuucap,
atas jasamu, cikgu....
Semoga Allah meredhaimu, amin.
Nukilan Naji Mahat
21 Disember 2016, 3.50 pagi.
No comments:
Post a Comment